Selasa, 29 Maret 2011

Padang Perkenalkan Wisata Lokal Melalui Malam Bainai

Rabu, 23 Maret 2011 - 15:19 wib
Malam Bainai (foto: chaerunnisa)
Malam Bainai (foto: chaerunnisa)
MENGANGKAT tema ‘Malam Bainai’ yaitu Upacara tradisional adat Sumatera Barat untuk calon mempelai wanita, Padang mempromosikan wisata lokalnya ke seantero negeri.

Organisasi Dharma Wanita Pusat Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI menghelat Coffee Morning untuk perwakilan negara-negara sahabat di Indonesia.

Acara yang tak lepas dari andil Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno, yang diwakili Wali Kota Padang Fauzi Bahar itu digelar untuk mempromosikan Padang di seluruh belahan negara ini.

"Kita Sumbar yang baru kena gempa, harus recovery kembali, bagaimana orang banyak datang ke Padang. Dan itu kita perkenalkan budaya, masyarakat, makanan, keindahan alam kita. Sebagai ibukota provinsi, bapak Gubernur dan Wali Kota Padang sangat mendukung, mempersiapkan acara ini. Karena dengan acara inilah kita kembali bisa bangkit. Sesungguhnya Padang itu sangat indah sekali, ada bukit, danau, pegunungan, dan semuanya seperti hutan kita masih hijau, keindahan alam lain, dan makanan Padang-nya," kata Fauzi Bahar kepada okezone di Gedung Caraloka Kemenlu, Rabu (23/3/2011).

Dalam acara tersebut, prosesi adat Malam Bainai dipertunjukkan di depan para istri Duta Besar negara-negara sahabat, serta para istri Menteri Kabinet Indonesia Bersatu, dan undangan lainnya.

Malam Bainai dipilih sebagai salah satu kebudayaan Padang yang bisa mewakilkan keingintahuan 54 negara di dunia terhadap provinsi yang terkenal dengan Jam Gadang-nya.

"Cukup sederhana, malam bainai merupakan sebuah acara yang sakral untuk seorang anak gadis untuk membina rumah tangga. Malam bainai itu juga tidak terlalu rumit melakukannya," papar Fauzi.

Untuk mengetahui mengenai malam bainai, okezone mengajak Anda mengenal lebih jauh malam pembubuhan daun inai itu dan mengikuti setiap prosesinya.

Sebuah lagu minang terkenal berjudul malam bainai, melukiskan betapa meriahnya suatu upacara perkawinan di Minangkabau. Secara harfiah "bainai" artinya melekatkan tumbukan halus daun pacar merah yang dalam istilah Sumatera Barat disebut daun inai ke kuku-kuku jari calon pengantin wanita.

Tumbukan halus daun inai ini kalau dibiarkan lekat semalam, akan meninggalkan bekas warna merah yang cemerlang pada kuku. Lazimnya dan seharusnya acara ini dilangsungkan pada malam hari sebelum keesokan paginya calon pengantin wanita atau calon anak daro melangsungkan akad nikah.

Mengapa acara memasang inai pada kuku-kuku tangan calon anak daro menjadi acara yang berarti dalam upacara adat?

Kegiatan suatu keluarga ketika mengawinkan anak gadisnya untuk pertama kali di Minangkabau, bukan saja dianggap sebagai suatu yang sangat sakral, tetapi juga kesempatan bagi semua keluarga dan tetangga untuk saling menunjukkan partisipasi, dan kasih sayangnya kepada keluarga yang akan berhelat (baralek).

Pada acara malam bainai itu diselenggarakan, seluruh kerabat dan handai tolan dari orangtua calon anak daro, diberikan kesempatan untuk memberikan doa restunya untuk melepas dara yang akan melangsungkan pernikahan pada keesokan harinya.

Awalnya, memasang inai tidak saja upaya menampilkan kecantikan pada bagian dari anggota tangan anak daro, namun juga menurut kepercayaan zaman dahulu, kegiatan memerahkan kuku-kuku jari calon anak daro ini juga mengandung arti magis.

Ujung-ujung jari yang dimerahkan dengan daun inai dan dibalut daun sirih, mempunyai kekuatan untuk melindungi si calon anak daro dari kemungkinan ada manusia yang iri dengan si calon anak daro.

Kuku-kuku yang telah diberi pewarna merah yang berarti juga selama dia berada dalam kesibukan menghadapi berbagai macam perhelatan perkawinannya itu dia akan tetap terlindung dari segala mara bahaya.

Setelah selesai melakukan pesta-pesta, warna merah pada kuku-kukunya menjadi tanda kepada orang-orang lain bahwa dia sudah berumah tangga, sehingga bebas dari gunjingan kalau dia pergi berdua dengan suaminya ke mana saja.

Karena pada acara malam bainai seringkali digabungkan dengan upacara memandikan si anak daro, maka anak daro mengenakan busana khusus yang disebut baju tokah dan bersunting rendah. Tokah adalah semacam selendang yang dibalutkan menyilang di dada sehingga bagian-bagian bahu, dan lengan tampak terbuka.

Agar suasana upacara adat perkawinan ini menjadi meriah, maka para hadir terutama kaum wanita, akan mengenakan baju kurung khas minangkabau. Sedangkan kaum pria menggunkan baju teluk belanga.

Dalam acara ini, hadir pula teman-teman calon anak daro yang sengaja diberi berpakaian adat Minang untuk lebih menyemarakkan suasana.

Jika acara memandikan calon anak daro hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu saja, maka acara melekatkan tumbuhan inai ke kuku-kuku jari calon pengantin wanita Minang ini dapat dilakukan oleh siapa saja, termasuk para tamu yang dihormati malam itu, termasuk oleh keluarga calon besan.

Dalam acara coffee morning tersebut, turut isteri Menteri Luar Negeri Sranay Natalegawa turut melekatkan inai kepada calon anak daro.

Di beberapa kenagarian di Ranah Minang, acara bainai ini juga dapat dilakukan bersamaan dengan mengikutsertakan calon pengantin pria. Namun kedua calon pengantin (anak daro dan marapulai) tidak dipersandingkan.

Pada kesempatan upacara memasang inai ini, setiap orangtua yang diminta untuk melekatkan inai ke jari calon anak memberikan nasehat secara berbisik ke telinga calon anak daro. Bisikan-bisikan itu bisa berlangsung lama, bisa sangat singkat.

Nasehat-nasehat yang sangat rahasia mengenai kehidupan berumahtangga, atau bisa juga hanya sekadar gurau agar si calon anak daro tidak cemberut saja dihadapan orang ramai. Pelaksanaan acara akan dipimpin oleh seorang pemandu yang mampu menghidupkan acara ba–inai. Pada malam bainai ini acara dimeriahkan dengan menampilkan kesenian-kesenian tradisional Minang. Salah satunya ialah tari sapu tangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar